IMPIAN BULAN MENGGAPAI BINTANG
Dusun Pilanggeneng di pagi hari tampak sepi. Hanya sesekali terlihat beberapa orang petani atau pedagang dengan keranjang yang hendak menjual dagangannya ke pasar desa. Sementara aku, seorang gadis kecil harus berjalan sendirian sepagi ini pasti menjadi pertanyaan bagi mereka yang tidak mengenal siapa aku. “Mau berangkat sekolah, Neng Bulan…”, Sapa salah seorang petani yang kebetulan berpapasan denganku. Ya… Bulan adalah namaku. Aku tinggal di Dusun Pilanggeneng. Sebuah dusun terpencil yang terletak di lereng Lawu. Aku anak pertama dari empat bersaudara. Saat ini aku duduk di kelas VI Sekolah Dasar Negeri Wonoasih. Seperti siswa kelas enam lainnya, saat ini aku sedang disibukkan dengan persiapan menghadapi Ujian Nasional. “Awas! Hati-hati Nak Bulan,” Kata Pak Mo. Tanpa aku sadari aku berjalan terlalu ke pinggir sebuah sungai beraliran deras yang oleh penduduk desa dinamakan sungai Tirto Wening. “Huuuft… hampir saja. Matur suwun, Pak Mo,” Kataku ketika tersadar dari lamunan. Rupanya aku